Setiap tahun hari pendidikan diperingati, selalu pejabat di daerah maupun di pusat terlebih presiden tetap mengatakan, agar mutu pendidikan ditingkatkan supaya mampu mengejar ketinggalan dari negara maju.
60 Tahun Indonesia merdeka dan berdaulat dan 100 tahun kebangkitan nasional, pendidikan yang diharapkan tidak tercapai.
Ini berarti upaya meningkatkan pendidikan
 itu tidak dilaksanakan sesuai dengan harapan itu. Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono beberapa hari lalu juga mengatakan di Surabaya agar 
mutu pendidikan itu ditingkatkan.
Meningkatkan mutu ada persyaratan yang sudah 
ditetapkan. Mutu tentu sama dengan kwalitas walaupun dalam penggunaan 
kata itu harus diterapkan sesuai dengan maknanya.
Mutu pendidikan
 tentu diartikan adalah: trampil, mampu sesuai dengan tingkat 
pendidikannya, jujur dan yang terpenting lagi adalah moralnya baik. 
Manusia dinilai bukan karena sertifikat, ijasah, harta tapi kemapuannya 
berbuat, jujur dan moralnya terpuji.
Bukan manusia yang licik menggunakan akalnya untuk 
menipu orang lain, menggarong harta negara dan licik melanggar hukum. 
Harus diawasi seperti anak-anak untuk tidak melanggar aturan, 
undang-undang serta perbuatan yang tercela. Banyak orang dewasa harus 
dijaga/diawasi untuk tidak melanggar hukum/peraturan Mereka diperlakukan
 seperti anak-anak.
Pendidikan
 Indonesia bertujuan bukan hanya mengajari orang supaya pintar dalam 
ilmu dengan berbagai ijasah, sertifikat yang banyak sampai pada tingkat 
s1,s2 dan s3. serta profesor. Lebih diharapkan lagi adalah 
menciptakan/menemukan sesuatu yang baru. Bukan hanya menghafal apa kata 
orang lain.
Disinilah banyak ketinggalan bangsa Indonesia dari 
bangsa lain. Lihat saja bidang industri. Indonesia menjadi terjajah 
dengan hasil produksi orang lain. Untuk belajar dan bekerjasama dengan 
orang pintar/orang mampu dari negara lain, seperti malu.
Lihat Jepang, Korea, India dan negara lain, maju 
industrinya. Mengapa mereka mampu, orang Indonesia tidak ? Jika untuk 
bertengkar, unjuk rasa nomor satu. Berbuat kebaikan menjadi nomor 
belakang. Mengapa demikian? Karena pejabat pemerintah selaku orang tua 
/pembina anak bangsa tidak berbuat untuk itu. Tidak menjadi contoh yang 
baik. Begitu dia duduk di kursi empuk itu, mereka lupa, yang 
dikerjakannya adalah mangaut uang negara untuk memperkaya diri. Janji 
tinggal janji pada masa kampanye.
Mereka mengatakan elite politik pemimpin rakyat. 
Apanya yang elite dan bagaimana kepemimpinannya? Mereka tidak berbuat 
untuk membantu rakyat dalam upaya mengatasi hidupnya. Membantu bagaimana
 supaya pendidikan rakyat itu dapat maju. tidak dilakukannya.
Saya selaku rakyat mengusulkan kepada pejabat negara, maunya jangan hanya omong tapi buatlah tatanan bagaimana memajukan mutu pendidikan itu. Pertama pendapatan guru itu ditingkatkan.
Bukan pendapatan anggota DPRD/DPR yang lebih dulu 
ditingkatkan. Demikian juga pejabat tinggi dengan fasilitas istimewa. 
Pasilitas apa yang diberikan kepada guru, pengawas dan kepala sekolah ? 
Kemudian harus dihargai orang yang jujur dan mampu berbuat.
Bukan karena kenalan pandai lobing ke atas. Kapanpun mutu pendidikan
 tidak akan meningkat, jika untuk menjadi kepala sekolah harus ada 
deking dan uang. Demikian juga jika untuk jadi pegawai negeri harus 
memakai deking dan uang. Terlebih dalam penempatan untuk duduk di satu 
jabatan.
Yang terjadi adalah yang dekat dengan gubernur, dekat
 dangan bupati dan walikota.itulah yang diangkat namun orang nakal. 
Paling tidak ada yang menyorongkan. Pasti balas jasa akan dilakukan. 
Dari mana uangnya? Korupsi juga.
Semoga bangsa Indonesia terutama pejabatnya tidak 
hanya rajin berangan-angan, bangsa ini akan maju beberapa tahun 
mendatang. Kemajuan itu harus didasari pendidikan,
 ketrampilan dan kejujuran. Jika sifat saling sikut menyikut kehancuran 
yang bakal ditemukan. [ Marihot Siagian di Glugur Medan ]
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar